Selasa, 02 Desember 2008

budjana

Budjana mengayunkan kakinya menuju taman tak berbunga itu. Melangkah tenang tanpa terlalu peduli pada sekelilingnya. Menekan rasa dan nafsunya dari hukum alam yang berlaku, dari fitrah kahidupan, dan dari pemberontakan hatinya. Mendendangkan suatu syair yang selalu menenangkan dan menemani langkahnya.

Matahari yang baru saja meredupkan sedikit, sedikit sekali dari cahayanya menjadi yang pertama menyapa Budjana di taman itu. Keringat yang mengalir dari pelipisnya membuat matahari itu sedikit merasa bersalah dan semakin mengecilkan cahaya yang matahari pancarkan. Guilt never lies, batin Budjana seperti berkata untuk memaafkan matahari, dan matahari kembali tersenyum malu-malu, bersembunyi di balik awan.

Guilt never lies, Budjana mengulangi kalimat tadi. Kalimat yang ia dengar dan ia resapi dari sebuah lagu yang sangat membawakan semangat bagi kehidupannya. Senantiasa menguatkan dirinya dari kelemahan dan ketidakberdayaannya.

Sudah lebih dari 1tahun ini Budjana melalui hari-harinya tanpa kerlingan mata ataupun belaian mesra kaum hawa.

Maka, lebih dari 1tahun pulalah Budjana berusaha keras mengubur dan membunuh perasaan cintanya pada wanita, yang berarti Budjana melawan kodrat yang telah Tuhan berikan sejak ia belum menjadi apapun.

Hari ini, di taman yang tak tersebut namanya ini, Budjana akan menemui salah satu kaum hawa, seorang wanita.

Budjana mengenal mbak ini baru sekitar 2 bulan lalu. Mbak yang terlihat cukup cuek dengan penampilannya dan sangat terbuka serta blak-blakan, sehingga Budjana merasa tak masalah dengan wanita cantik ini.

Budjana bahkan yakin kalau perempuan ini tak akan pernah membawanya pada fantasi dunia selayaknya yang dirasakan lelaki kebanyakan. Budjana menerima SMS wanita tadi tepat 5 menit setelah ia keluar dari ruang dosen pembimbingnya. Dan tanpa reaksi apapun Budjana langsung membawa raganya ke taman ini.
***

Tanpopo di samping kakinya bergoyang kemudian menebarkan benihnya. Membuat kehidupan baru di taman itu, membuat rerumputan semakin ramai dengan bertambahnya individu baru di komunitasnya.

Dia bertanya pada Budjana,“Kenapa kau tak menikah?”

Budjana memalingkan muka. Melepaskan pandangannya lurus ke arah utara.

Dia kembali bertanya,“Bukankah engkau seorang Budjana yang selalu dipuja wanita?”

Budjana terdiam, hanya mengetukkan jemarinya ke bangku tua itu.

Dia bertanya untuk ketiga kalinya,”Apa kau ingin tua tanpa pasangan? Menjadi bujang lapuk?”
Budjana meninggalkan wanita tadi dan berlalu sambil menjentik-jentikkan jarinya. Wanita tadi hanya terdiam dan segera mengemasi barangnya kemudian meninggalkan bangku tua itu juga. Bangku kini kosong.
***

Berlalunya Budjana dari hari itu ternyata meninggalkan luka yang dasyat di hati Budjana, hingga tak disangka keluar juga butir bening dari pelupuk matanya. Budjana tak berfikir ke sana, tak pernah, atau tepatnya tak berani.

Budjana tak bahagia dan pula ia tak suka dengan dirinya sekarang. Budjana hanya ingat bahwa ia tak pernah sendirian. Budjana punya Tuhan. 1 hal yang hanya bisa dipercaya dalam hidupnya. Tuhan yang akan membalasnya dengan berjuta kebaikan saat Budjana menggulirkan satu mutiaranya.
***

Kala kau menyebut nama Tuhan mu satu kali, Ia akan menjawab “Aku disini” seribu kali. Kalimat bijak yang Budjana percaya dan yang selalu menjadi inspirasinya. Kala malam hanya menampakkan bintang dan bulan yang berpijar karna dirinya, Budjana mengerdil karna ia hampir tak dapat berdiri dengan kakinya sendiri. Tapi ia bisa berlari di pagi harinya, karena malam itu juga Budjana mendapat kasih yang melimpah dari Tuhan.
Jam di handphone-nya memperlihatkan angka 23 dan 59, 1 menit lagi hari akan berganti. Apa diri, hidup, maupun jiwa ku akan berubah? Budjana membatin sambil memegang pulpen dan menghadap kertas HVS Folio yang masih bersih. Budjana yang sendirian. Budjana yang seorang lelaki tampan, gagah, dan berkualitas tinggi itu memutar lagu yang akan membuatnya semakin kuat.
Trying to find a way
Getting better every day
And I got You now I'm not alone
All i need in this life is one,
One thing to believe in…
*speak of the devil-sum 41
Budjana tersenyum sesaat. Manis. Tulus. Ikhlas.
“Hari sudah berganti, sekarang sudah tahun baru selamat tahun baru Budjana, selamat tahun baru dunia, dan selamat tahun baru Tuhan. Semoga tahun ini akan menjadi tahun yang lebih baik dan semakin membuat aku kuat dengan kasih sayang-Mu. Semua akan aku mulai dari sini.” Kata Budjana lepas. Dari hati yang terdalam ia mengucap, terima kasih Allah, Allahuakbar.

Selamat tahun baru. Aku yakin kau sekarang sedang sibuk mengajak Dita, Maya, atau malah Udin untuk bermain dan menghabiskan libur tahun baru ke pantai kan? Ya, semoga berhasil,,hehe,,
Aku hanya akan sedikit bercerita, heemm,, mendengar pertanyaan mu beberapa waktu lalu aku kembali menangis, mengerang dan roboh di sajadah. Menengadah dan semakin mengerdil dari saat aku merasa lebih kuat.
Aku positif HIV/AIDS!!!
Aku seorang ODHA,, !!!
Kamu pati tak percaya membacanya, tapi itu nyata. Aku juga tak percaya dan masih tak terima dengan kemnyataan ini. Aku menangis 1 tahun ini. Mencoba bertahan hidup tanpa mengingat penyakitku maupun hasratku. Berat. Tapi aku punya ALLAH.
15 bulan lalu aku melakukan donor darah, ternyata niat mulia itu berujung kesengsaraan. Aku tertular dari jarum yang tak steril. Aku menyalahkan pihak rumah sakit tapi itu tak berujung. Guilt never lies. Itu yang ku pegang untuk memaafkan mereka. Tak kuat aku melihat wajah menyesal yang teramat.
Namun dari itu aku malah mendapat lebih. Aku mendapatkan apa itu hidup, perjuangan, cinta, dan hal yang dapat dipercaya. Allah.
Aku tak akan menikah. Aku merasa aku haram.aku menjijikkan. Aku randah. Dan tak mungkin bagiku meneruskan dosa yang suci ini pada keturunanku, pada anakku, pada istriku. Jadi biarlah aku tetap begini dan mencintai ALLAH dan diriku. Terima kasih dan kuharap kau tak takut padaku.
Hahaha , ok? 
Selamat bersenang-senang. ^,^

Untuk Brigitha Michaelson

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak tika kerend, cerpen e apik. ngefans aku....
tolong posting blognya yang up to date ya????